Kisah Pemuda Sholeh yang Mentauhidkan Allah

Kisah ini dituturkan oleh Shuhaib bin Sinan radhiallahu ‘anhu dari apa yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam Shahihnya no. 3005:
Dulu hidup seorang raja yang memiliki seorang tukang sihir. Ketika usia tukang sihir itu telah menua, ia berkata kepada sang raja, “Sesungguhnya aku ini telah tua, maka utuslah padaku seorang pemuda yang dapat kuajari sihir.” Lalu raja pun mengirim seorang pemuda untuk diajari sihir. Di tengah jalan yang biasa dilalui pemuda itu menuju tukang sihir ada seorang rahib. Pemuda itu singgah duduk dan mendengarkan ucapan sang rahib. Dia pun merasa takjub. Maka demikianlah bila dia mendatangi tukang sihir, dia melewati rahib lalu duduk di hadapannya. Bila tiba di hadapan tukang sihir, tukang sihir itu pun memukulnya. Dia adukan hal itu kepada rahib. Si rahib menjawab, “Kalau engkau khawatir terhadap tukang sihir, katakan padanya ‘Keluargaku menahanku’, dan kalau engkau khawatir terhadap keluargamu, katakan ‘Tukang sihir menahanku’.”
Demikian terus berlangsung sampai suatu saat, muncul seekor binatang besar yang menghalangi jalan manusia. Pemuda itu berkata, “Pada hari ini aku akan mengetahui, apakah tukang sihir yang lebih utama ataukah rahib.” Lalu diambilnya sebuah batu sambil berkata, “Ya Allah, bila ajaran rahib lebih Engkau cintai daripada ajaran tukang sihir, matikanlah binatang ini, hingga manusia dapat lewat kembali.” Dilemparnya binatang itu hingga akhirnya mati dan orang-orang pun dapat melewati jalan itu lagi.

Kemudian dia datang kepada rahib dan menceritakan apa yang terjadi. Mendengar itu rahib berkata, “Wahai anakku, sekarang engkau lebih utama daripadaku, engkau telah mencapai kedudukan sebagaimana yang kulihat, dan nanti engkau akan diuji. Jika engkau mendapatkan ujian, jangan sekali-kali menunjuk padaku.”
Pemuda itu pun dapat mengobati orang yang buta sejak lahir, orang yang berpenyakit sopak ataupun segala penyakit. Hal itu didengar oleh seorang pendamping raja yang buta. Dia pun mendatangi pemuda itu dengan membawa banyak hadiah, lalu berkata, “Semua yang di hadapanmu ini menjadi milikmu kalau engkau bisa menyembuhkanku.” Si pemuda menjawab, “Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun, yang menyembuhkan hanyalah Allah. Kalau engkau beriman kepada Allah, aku akan berdoa agar Allah menyembuhkanmu.” Pendamping raja itu pun beriman dan Allah pun menyembuhkannya.
Pendamping raja itu kembali duduk di sisi raja sebagaimana biasanya. Sang raja bertanya, “Siapa yang menyembuhkan penglihatanmu?” “Rabbku,” jawab pendamping raja. “Apakah engkau punya rabb selain aku?” tanya raja lagi. “Rabbku dan Rabbmu adalah Allah,” jawabnya.
Sang raja pun menangkapnya dan terus-menerus menyiksanya sampai akhirnya pendamping raja itu menunjukkan si pemuda. Didatangkanlah pemuda itu dan dia mengatakan, “Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan seorang pun, yang menyembuhkan hanyalah Allah.” Mendengar itu, raja segera menangkapnya dan terus-menerus menyiksanya sampai pemuda itu menunjukkan si rahib.
Didatangkan pula si rahib dan dikatakan padanya, “Keluar dari agamamu!” Rahib itu menolak. Raja meminta sebilah gergaji, lalu digergajilah tepat di tengah-tengah kepala rahib hingga terbelah dua badannya.
Kemudian didatangkan pendamping raja dan dikatakan pula, “Keluar dari agamamu!” Akan tetapi dia menolak hingga digergaji tepat di tengah kepalanya sampai terbelah dua badannya.
Setelah itu didatangkan si pemuda dan dikatakan juga padanya, “Keluar dari agamamu!” Dia pun menolak, hingga raja menyerahkannya pada para pengawal, “Bawa dia naik ke gunung. Kalau kalian telah sampai di puncak, tawarkanlah kalau dia mau keluar dari agamanya. Kalau tidak, lemparkan dia!” Mereka membawa pemuda itu naik ke gunung. Pemuda itu berdoa, “Ya Allah, selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki.” Tiba-tiba gunung itu bergoncang dahsyat hingga para pengawal itu berjatuhan dari atas gunung.
Pulanglah pemuda itu dengan berjalan kaki ke hadapan raja. Raja pun bertanya heran, “Apa yang mereka lakukan?” Jawab pemuda itu, “Allah menyelamatkanku dari mereka.”
Kemudian raja kembali menyerahkannya pada pengawal, “Bawalah dia dengan perahu hingga ke tengah lautan, lalu tawarkan kalau dia mau keluar dari agamanya. Kalau tidak, lemparkan dia ke lautan.” Mereka pun membawanya ke tengah lautan. Pemuda itu lalu berdoa, “Ya Allah, selamatkan aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki.” Tiba-tiba perahu itu terbalik hingga para pengawal raja tenggelam. Pemuda itu pulang ke hadapan raja dengan berjalan kaki. Raja bertanya lagi, “Apa yang mereka lakukan?” Pemuda itu menjawab, “Allah menyelamatkanku dari mereka.”
Pemuda itu berkata lagi, “Sesungguhnya engkau tidak akan dapat membunuhku sampai engkau laksanakan saranku.” “Apa itu?” tanya raja. “Engkau kumpulkan manusia di sebuah tanah lapang, dan engkau salib aku pada sebatang pohon. Lalu ambil sebuah anak panah dari tempat anak panahku dan letakkan di busur. Kemudian ucapkan ‘Dengan nama Allah, Rabb pemuda ini’ lalu panahlah. Kalau engkau lakukan ini, engkau akan bisa membunuhku.”
Raja segera mengumpulkan manusia di suatu tanah lapang dan menyalib pemuda itu pada sebatang pohon. Lalu diambilnya anak panah dari tempatnya kemudian diletakkan di busurnya sambil berkata, “Dengan nama Allah, Rabb pemuda ini.” Dilontarkannya anak panah tepat mengenai dahi pemuda itu. Pemuda itu pun meletakkan tangannya di dahinya, di tempat sasaran anak panah, lalu meninggal.
Menyaksikan hal itu, manusia pun berkata, “Kami beriman kepada Rabb pemuda itu! Kami beriman kepada Rabb pemuda itu! Kami beriman kepada Rabb pemuda itu!”
Disampaikanlah kepada raja, “Tidakkah engkau melihat apa yang engkau khawatirkan? Demi Allah, sungguh telah terjadi apa yang engkau takutkan. Manusia telah beriman.” Maka raja memerintahkan untuk dibuat parit besar di setiap pintu kota dan dinyalakan api di dalamnya. Raja berkata, “Barangsiapa yang tidak mau keluar dari agamanya, lempar dan bakar dia di dalamnya!” Perintah itu pun segera dilaksanakan.
Suatu ketika, datang seorang wanita membawa anaknya yang masih kecil. Dia merasa bimbang untuk masuk ke dalam api. Tiba-tiba berucaplah sang anak, “Bersabarlah wahai ibu, sesungguhnya engkau di atas kebenaran.”
Inilah di antara banyak kisah yang memberikan gambaran tentang keadaan seorang mukmin yang senantiasa bersandar kepada Allah untuk mendapatkan jalan keluar dari permasalahannya, dan inilah salah satu keutamaan mentauhidkan Allah. Semogalah tuturan ini memberikan bekas kebaikan yang tertanam dalam jiwa anak-anak.
Wallahu a’lamu bish shawab.

This entry was posted on and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply