Abul
Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibn Umar r.a. berkata: “Pada
suatu hari Nabi Muhammad s.a.w. keluar ke masjid, tiba-tiba ada orang
berbicara-bicara sambil tertawa, maka Nabi Muhammad s.a.w. berhenti di
depan mereka dan memberi salam lalu bersabda: “Perbanyaklah mengingat
hal-hal yang merusak nikmat.” Sahabat bertanya: “Apakah yang merusakkan
itu?” Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: “Mati.” Kemudian Nabi Muhammad s.a.w.
keluar melihat orang-orang sedang tertawa gelak-gembira, maka Nabi
Muhammad s.a.w. bersabda kepada mereka: “Ingatlah demi Allah yang jiwaku
di tanganNya andaikan kamu mengetahui sebagaimana yang aku ketahui
niscaya kamu sedikit tertawa dan banyak menangis.” Kemudian di lain hari
keluar pula dan melihat orang-orang sedang gelak ketawa sambil
berbicara-bicara, maka Nabi Muhammad s.a.w. memberi salam dan berkata:
“Sesungguhnya Islam ini pada mulanya asing dan akan kembali asing, maka
sangat beruntung bagi orang-orang yang berada dalam keterasingan pada
hari kiamat.” Nabi ditanya: “Siapakah orang-orang asing itu pada hari
kiamat?” jawab Nabi Muhammad s.a.w.: “Ialah mereka yang tetap memerbaiki
akhlaknya di masa rusaknya.
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wassalam
pernah bersabda, “Jauhilah oleh kalian banyak tertawa, karena banyak
tertawa dapat mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah” (HR. Ibnu
Majah, dishahihkan oleh Al Albani). Syaikh Abdul Aziz Bin Baz juga
berkata: “Sesungguhnya banyak bercanda dapat menjatuhkan wibawa,
menjauhkan diri dari hikmah, menimbulkan kedengkian, mengeraskan hati
dan membuat banyak tertawa yang melalaikan diri dari mengingat Allah.”
Sebagai Agama yang sempurna, Islam telah
mengaturnya sedemikian rupa. Rasulullah sebagai manusia, pernah juga
bercanda, namun ada batasnya. Diriwayatkan dari beberapa Hadits Shahih,
jika Rasulullah bercanda, langit-langit mulutnya tidak terlihat. Lalu
ketika bercanda pun rasulullah selalu berkata benar. Tidak seperti
kita, kadang harus berbohong atau mengarang-ngarang cerita agar bisa
membuat teman kita tertawa. Ja’far bin Auf dari Mas’ud dari Auf bin
Abdullah berkata: “Rasulullah tidak tertawa melainkan senyum simpul dan
tidak menoleh kecuali dengan wajahnya.” Hadis ini menunjukkan bahwa
senyum itu sunnah dan tertawa bergelak-gelak itu makruh. Maka seharusnya
orang yang sehat akal, hindarilah gelak tawa sebab banyak tawa di dunia
berarti akan banyak menangis di akhirat.
Ibn Abbas r.a. berkata: “Siapa yang
tertawa ketika berbuat dosa maka ia akan menangis ketika akan masuk
neraka.” sedangkan Yahya bin Mu’aadz Arrazi berkata: “Empat macam yang
menghilangkan tertawanya orang mukmin dan kesenangannya, yaitu:
Memikirkan akhirat, Mengintrospeksi dosa-dosa yang telah diperbuat,
Mencari nafkah yang halal untuk keluarga, dan datangnya musibah atau
bencana. Maka seharusnya seorang muslim dan mu’min sejati, menyibukkan
diri memikirkan semua itu supaya tidak banyak tertawa.
Seringkali kita bertingkah seolah untuk
melucu, namun akhirnya kebablasan sehingga menyakiti perasaan orang,
terus dengan enteng kita minta maaf sambil cengengesan bilang,
“becanda, bos!”
Kita memang suka tertawa, terlebih menertawakan orang lain. Buktinya acara televisi yang isinya reality show,
kompetisi, dan mengusili orang, atau acara yang mengumbar komedi agar
kita tertawa, justru sangat laku diminati orang. Padahal di saat tertawa
kita lupa bahwa kita sedang membuat hati kita sekeras batu. Seorang
ulama bernama Hasan al-Bashri berkata: “Sungguh ajaib seseorang dapat
tertawa pada hal dibelakangnya ada api neraka dan orang yang
bersuka-suka sedang dibelakangnya maut.”
Pernah Hasan al-Bashri bertemu dengan
pemuda yang sedang tertawa, lalu ditanya: “Hai anak muda, apakah engkau
sedah menyeberang shirath (jembatan shirath al-Mustaqiim di akhirat)?”
Pemuda itu menjawab: “Belum.” kemudian ditanya lagi, “Apakah engkau
pasti engkau akan masuk surga atau neraka?” dan dijawab: “Belum.” dan
Hasan al-Bashri bertanya, “Lalu karena apa engkau tertawa sedemikian
itu?” maka sejak itu pemuda tadi tidak tertawa lagi. Nasihat Hasan
al-Bashri meresap benar dalam hatiya sehingga ia bertaubat daripada
tertawa. Demikianlah nasihat dari ulama yang mengamalkan benar ilmunya,
sangat berguna ilmunya dan berkesan nasihat-nasihatnya, adapun
ulama-ulama sekarang karena tidak punya ilmu yang mumpuni justru
terjerambab pada ceramah-ceramah yang kurang lebih sama dengan lawakan.
Kadang pula kita menyelingi candaan
dengan hinaan baik kepada orang lain atau menggunakan kata-kata yang
memang digunakan oleh masyarakat untuk mengejek. Alangkah keras hatinya
orang-orang seperti itu. Namun ironisnya malah yang seperti itulah yang
dianut dan dipajang di muka publik. Inilah bukti bahwa dunia ini telah
terbalik, yang datang dari Allah justru tenggelam dan terasing. Maka
benar apa yang telah diramalkan Nabi bahwa ketika kiamat makin dekat,
hanya sedikit dari umat ini yang tetap berpegang pada kemurnian ajaran
agama.
Nabi juga pernah bilang bahwa apabila hati manusia shalih (baik, suci, bersih), maka shalih pula tindak tanduk manusia. Sebaliknya apabila fasad (rusak, kotor, buruk), maka fasad pula
tindak tanduk umat manusia. Salah satunya yang mengotori hati manusia
adalah tertawa yang dapat mengeraskan hati. Karena itu marilah sejak
dini kita membina akhlak sesuai akhlak Nabi dan mencontohkan di keluarga
kita. Semoga kita bukan dari kalangan orang-orang yang dimurkai Allah.