Pribadi Muslim Adalah Pribadi Yang Santun

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS: 20: 44).
Itulah salah satu firman Allah SWT yang memerintahkan Nabi Musa as dan Nabi Harun as untuk memberi peringatan kepada Fir’aun, seorang raja yang sangat kejam dan dholim. Kalau kepada raja kafir saja kita diperintahkan untuk berbicara lemah lembut penuh kesantunan apalagi dengan saudara seiman?
Maka tidaklah mengherankan bila kemudian Nabi Muhammad saw lebih memilih bersikap santun, lemah lembut dalam menjalani kehidupannya. Sebab pada sifat lemah lembut, kesantunan, bahkan akhlak mulia terdapat sebuah kekuatan besar, yaitu adanya peluang kembalinya kesadaran seseorang untuk bisa mengetahui kebenaran dan kebatilan lalu mengikuti kebenaran dan meninggalkan kebatilan. Bahkan hampir bisa dipastikan, di zaman nabi hampir tidak ada orang masuk Islam karena perdebatan. Tetapi masuk Islam karena kesantunan dan sifat lemah lembut Rasulullah saw.
Kesantunan awal kesuksesan
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. 3: 159).
Allah swt telah menegaskan secara gamblang bahwa kesuksesan Nabi Muhammad saw dalam dakwah adalah karena rahmat-Nya berupa kesantunan. Dan, siapa pun kita jika ingin sukses, mendapat rahmat Allah maka harus memilih kesantunan sebagai perangai diri. Bukan kebencian, kedengkian, dan permusuhan.
Apabila kita telah berusaha menjadi pribadi santun dan ternyata belum ada perubahan pada apa yang kita harapkan berubah. Serahkanlah semua kepada Allah, sebab kita hanya berkewajiban untuk menjadi pribadi yang santun. Kita sama sekali tidak punya kekuatan untuk merubah kondisi hati orang lain. Dan, Allah pasti punya maksud yang lebih baik, lebih indah, dari setiap situasi dan kondisi yang kita hadapi.
Lembutkan hati
Tampilan lahiriyah seseorang menunjukkan kondisi hati sebenarnya orang tersebut, dan pengungkapan dzahir seseorang mewakili isi hatinya. Rasulullah saw menegaskan hal ini dalam sabdanya, ”Ingatlah bahwa dalam diri seseorang ada segumpal daging, jika daging itu baik maka seluruh anggota badan akan baik, jika sepotong daging itu buruk maka buruklah seluruh anggota badan. Ingatlah bahwa sepotong daging itu adalah hati.”
Disini nampak pentingnya mengkondisikan suasana hati. Suasana hati senantiasa dalam dzikrullah, ketaatan dan pengawasan Allah swt. Jika suasana hati tidak diisi dengan hal yang demikian, maka pasti ia akan diganti oleh setan dengan hal-hal yang buruk. Bentuk tipu daya setan bisa berupa mengumbar omongan, mengeraskan pembicaraan dan tidak menghormati orang lain. Padahal Allah swt memerintahkan kita untuk menjaga lisan dan tidak mengumbarnya apalagi berkata yang tidak baik, sehingga akan menodai kepribadiannya. ”Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” Lukman : 19
Bentuk tipu daya setan yang lain adalah amarah dan dendam kesumat. Amarah dan dendam kesumat akan mengeraskan dan menodai hati. Makanya Rasulullah saw ketika dimintai nasehat oleh salah seorang sahabatnya tentang urusan agama –yang sangat kompleks- namun beliau jawab dengan singkat, hanya dua kata, ”Jangan marah”. Dari Abu Hurairah berkata, seseorang datang menemui Rasulullah saw dan meminta diajarkan perkara agama dan ia meminta untuk tidak banyak-banyak sehingga tidak memberatkan, maka Rasulullah saw menjawab, “Jangan marah. Orang itu bertanya sampai tiga kali, dan dijawab Rasulullah saw dengan jawaban yang sama, “Jangan marah.”

Kelembutan Hati Rasululah saw
Dari Anas r.a., “Aku telah melayani Rasulullah SAW selama 10 tahun. Demi Allah beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan ‘Mengapa engkau lakukan?’ dan pula tidak pernah mengatakan ‘Mengapa tidak engkau lakukan?” (HR Bukhari & HR Muslim).
Dari hadis tersebut, tergambarkan betapa terpuji sifat Baginda Rasulullah saw yang tidak pernah menghardik atau membentak ketika menyikapi seseorang. Akhlak yang dicontohkan Rosul adalah bersikap lemah lembut. Sikap lemah lembut ini menjadi prinsip dasar bagi siapa saja yang mengharap ridho Allah swt. Hal ini dapat diketahui dari hadis berikut. Dari Jarir bin Abdullah r.a. “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda  : Barangsiapa yang tidak dikaruniai sifat lemah-lembut, maka ia tidak dikarunia segala macam kebaikan.” (HR. Muslim).
Ath-Thabrani dengan sanad dari Abu Darda’ ra, meriwayatkan bahwa seorang laki-laki telah datang kepada Rasulullah saw mengadukan hatinya yang keras, maka Beliau saw  bersabda, “Apakah kamu suka jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berilah ia makan dari makananmu niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhamu terpenuhi.” (HR. Ath-Thabrani).
Teladan Rasulullah saw tersebut mengarah pada saran bagi orang-orang yang berhati keras (sekeras prilakunya) agar melatih sifat lemah lembut atau melunakkan hatinya dengan belajar memberi kasih sayang secara lahir (makan dan minum) dan batin (mengusap kepalanya  bentuk touch behavior) kepada anak yatim. Bayangkan jika ajaran tersebut kita praktikan, maka saat kita melihat, bertemu dan bersentuhan langsung (kontak fisik) dengan anak yatim, hati kita juga akan tersentuh, tubuh kita bergetar, terasa aliran darah mengalir mengirim sinyal – sinyal pesan kasih sayang ke otak. Di otak ini nanti pesan akan diorganisir menjadi perintah dalam bentuk prilaku. Dengan seijin Allah swt maka pesan kasih sayang yang kita miliki akan berbuah hikmah sikap dan prilaku kita menjadi lebih lemah lembut.
Disisi lain, Al Quran menegaskan bahwa ketika kita hendak menegur, menasehati dan mengingatkan orang lain untuk suatu tujuan yang baik, hendaklah dilakukan dengan sabar  (Al ‘Asr ayat 1-3). Bukan dengan cara yang keras atau menggunakan kekerasan. Alangkah indahnya pelajaran prilaku demikian jika kita mau menerapkan, Bismillah mari kita mulai dari diri kita sendiri.

This entry was posted on and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

One Response to “Pribadi Muslim Adalah Pribadi Yang Santun”

  1. Aqliyah Islamiyah adalah pola berfikir atas dasar Islam, yaitu hanya menjadikan Islam sebagai tolok ukur universal bagi pemikiran-pemikirannya tentang kehidupan. Sedangkan Nafsiyah Islamiyah adalah pola sikap yang menjadikan seluruh kecenderungannya atas dasar Islam, yaitu hanya menjadikan Islam sebagai satu-satunya tolok ukur universal pada saat memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

    BalasHapus